JAKARTA, HSEmagz.com – Seorang petugas HSE di sebuah perusahaan konstruksi mengeluh tentang sulitnya melakukan implementasi HSE di tempat kerja, utamanya di proyek.
Pasalnya, petugas HSE putri tersebut acap mendapat penolakan dari pihak Supervisor yang tak lain Project Manager. Padahal, untuk implementasi HSE, ia telah mengantongi lampu hijau dari pihak manajemen tempatnya bekerja.
Keluhan petugas HSE bernama Dita Ayu Kusumaningrum itu terungkap dalam Safety Lecturer seri 25 yang mengetengahkan Agni Syah Sutoyo Putro, SKM, HSE Senior Manager PT Pembangunan Perumahan (PP) sebagai Lecturer, belum lama ini.
Kepada Dita, Agni yang baru saja usai menyampaikan pemaparannya tentang Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) mengatakan bahwa apa yang dialami Dita adalah hal wajar dalam dunia K3/HSE.
“Dari 10.000 orang, pasti ada saja orang yang tidak sependapat atau menolak. Itu wajar. Sekarang tergantung kita masing-masing mau menyikapinya seperti apa,” kata Agni dalam acara yang dipandu Rima, mahasiswi dari UNUSA (Universitas NU Surabaya).
Ia mengingatkan, seorang petugas HSE tidak boleh merasa cepat putus asa, harus jemput bola, proaktif, dan bersikap asertif.
Terpenting, kata Agni, petugas HSE harus terus membangun komunikasi dengan berbagai pihak.
“Di beberapa proyek, sering kita jumpai petugas berseragam merah (K3) sedang mengatur keluar masuk truk mollen. Masak petugas HSE cuma jadi juru parkir?” katanya.
Menurut Agni, hal ini dapat terjadi karena ada kegagalan komunikasi.
Sebagaimana kita ketahui, komunikasi dalam dunia K3 merupakan hal penting. Menurut penelitian, kegagalan komunikasi menyumbang 70% kasus kecelakaan yang terjadi di tempat kerja.
Kegagalan komunikasi sering menjadi penyebab terjadinya tindakan tidak aman (unsafe act) di tempat kerja. Dan, tindakan tidak aman menyumbang 80% kasus kecelakaan kerja di tempat kerja. (Hasanuddin)