JAKARTA, HSEmagz.com– Pembangunan bendungan merupakan pekerjaan berisiko tinggi (high risk). Sebab ada begitu banyak risiko bahaya selama proses pekerjaan pembangunan bendungan yang berpotensi mengancam keselamatan dan kesehatan pekerja sekaligus peralatan kerja serta lingkungan.
Hal ini mengingat proyek pembangunan bendungan merupakan jenis pekerjaan yang spesifik. Menurut Sihar P Hasibuan, pakar bendungan yang juga mantan Manajer QHSE Divisi Infrastruktur I PT Waskita Karya (Persero) Tbk, jenis pekerjaan spesifik bendungan terdiri atas:
- Tanah (galian dan timbunan)
Pekerjaan bendungan pada intinya merupakan pekerjaan terkait tanah yaitu pekerjaan galian dan timbunan. Tampaknya sepele, kendati demikian pekerjaan ini amat penting dalam proses pembangunan bendungan dan berisiko tinggi.
Karena itu dalam proses pekerjaan tanah beberapa tahapan harus dipenuhi seperti izin bekerja (work permit); clearing area pekerjaan; sifat & klasifikasi tanah; pengembalian bentuk, penghamparan, dan pemadatan; standar rujukan dan toleransi dimensi; SIO operator; SIO alat berat; pengaturan lalu lintas (traffic manmagement system) truk dan alat berat; rambu-rambu; APD standar & APK; dan sebagainya.
- Dinding dan Mercu
Work permit; APK perancah; APD bekerja di ketinggian; gambar kerja perancah & bekisting; joint inspection; pemeriksaan hasil pekerjaan.
- Peledakan
Work permit; ahli blasting dan vendor yang berpengalaman; izin dari kepolisian; penentuan titik lokasi peledakan; gudang bahan peledak; keamanan pengangkutan penanganan bahan peledak; clearing area; penanganan dampak sosial, lingkungan, dan budaya; ceklist pra dan pasca peledakan.
- Conifined Space (terowongan)
Pembangunan bendungan memerlukan terowongan (tunnel) yang berfungsi sebagai saluran pengelak ketika pekerjaan inti berupa pembangunan bendung utama (main dam) akan dilaksanakan. Ada dua cara yang biasa digunakan dalam pembangunan terowongan yaitu menggali bukit atau membuat struktur terowongan yang kemudian ditimbun.
Pembangunan terowongan memiliki tingkat risiko tinggi sebab pekerja harus bekerja di ruang terbatas (confined space) dengan bentang panjang yang mencapai ratusan meter.
Hal-hal yang harus ada dan dilakukan dalam pekerjaan terowongan meliputi: work permit confined space; APD breathing aparatus; APK blower udara; sirine tanda darurat; pengukuran kondisi lingkungan secara realtime dan dilakukan berkala (gas detector dsb); rambu dan lampu indikator kondisi aman; data pekerja di dalam confined space; ahli K3/PKK (Pengawas Keselamatan Konstruksi).
Banjir Bandang & Longsor
Kepada HSEmagz.com, Sihar mengatakan bahwa banjir bandang dan tanah longsor merupakan peristiwa paling berbahaya (top risk) dalam proyek bendungan. “Banjir bandang dan tanah longsor (peristiwa) paling bahaya di proyek bendungan,” kata Sihar yang kini telah menjalani masa purna bhakti.
Pria berkacamata ini menjelaskan, ketika terjadi hujan deras yang berlangsung terus menerus maka akan berpotensi terjadinya banjir bandang. Jika tidak dimitigasi, banjir bandang akan menghancurkan proyek pembangunan bendungan yang sedang dikerjakan sekaligus mengancam keselamatan para pekerja dan peralatan kerja yang digunakan mengingat pekerjaan bendungan dilakukan di tubuh sungai yang eksisting.
Guna meminimalisir dampak banjir bandang, harus dilakukan mitigasi dari hulu sungai dengan menempatkan peralatan yang dapat mengirimkan sinyal informasi tentang naiknya permukaan air sungai. “Perkiraan sampai lokasi proyek 45 menit,” katanya.
Simulasi-simulasi tanggap darurat guna menghadapi ancaman banjir bandang, terus dilakukan secara rutin.
Demikian halnya dengan ancaman bahaya berupa tanah longsor, yang merupakan peristiwa yang sering terjadi di proyek bendungan.
Pada setiap proyek pembangunan bendungan yang dikerjakan, identifikasi bahaya melalui HIRADC selalu dilakukan. “Lokasi mana saja yang tanahnya labil. Dari hasil identifikasi ini kemudian dibuat mitigasi, baik teknis maupun non-teknis,” kata pria berkumis tebal ini.
SOP simulasi tanggap darurat tanah longsor juga diterapkan dan dilakukan secara rutin.
Dari Hulu Sampai Hilir
Sihar menjelaskan bagaimana peranan penting aspek QHSE dalam menunjang keberhasilan dan kesuksesan pekerjaan pembangunan bendungan.
Aspek QHSE yang diterapkan, katanya, sudah dimulai dari tahap awal yaitu perencanaan. Lewat siklus PDCA (Plan, Do, Check, and Act), aspek QHSE terus mengawal sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, pemeriksaan, hingga evaluasi. Dari hulu sampai hilir.
Mengutip Permen PUPR No 10 tahun 2021, Sihar mengatakan bahwa sumber daya konstruksi harus memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan.
Standar itu meliputi aspek keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), keselamatan lingkungan, dan keselamatan publik. Aspek keselamatan keteknikan konstruksi bendungan diimplementasikan dengan mutu pekerjaan yang excellence.
Selain menggunakan sejumlah regulasi, Sihar menambahkan, pada setiap proyek pembangunan bendungan yang dikerjakan, juga diimplementasikan sistem manajemen terintegrasi (Integrated Management System) yaitu ISO 14001:2015, ISO 9001:2015, dan ISO 45001:2018 disamping PP 50 tahun 2012 tentang SMK3.
Sihar mencontohkan penerapan risk based thinking pada proyek bendungan yang meliputi aspek Quality, Health, Safety, and Environment (QHSE), sesuai salah satu klausul di ISO 45001:2018. (Hasanuddin)