JAKARTA, hsemagz.com – PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) berkomitmen kuat dalam upaya menurunkan gas emisi karbon ke titik nol di tahun 2060, sebagaimana telah dicanangkan pemerintah.
Upaya itu akan dilakukan secara bertahap, yang dimulai tahun 2020 hingga 2060, lewat skenario yang diberinama ARED (Accelerated Renewable Energy Development) atau program pengembangan percepatan energi terbarukan.
Demikian disampaikan Imam Mutaqien, Vice President (VP) ESG and Safeguard PT PLN (Persero) saat menjadi pemateri dalam acara webinar Sharing Session in Green Project Management and Sustainability Development dengan tema ‘Sustainability Development Roadmap and Implementation’ yang diselenggarakan oleh MBA UGM secara hybrid.
“PLN akan memastikan perjalanan transisi energi akan berdampak positif bagi masyarakat,” kata Imam dalam acara yang dipandu oleh S Herry Putranto, Chairman Komunitas Migas Indonesia (KMI), di MM FEB UGM Kampus Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
Dikatakan Imam, PLN akan secara bertahap menghapuskan penggunaan bahan bakar fosil yang selama ini menjadi sumber energi pembangkit tenaga listrik. Di tahun 2020, penggunaan bahan bakar fosil di PLN masih mendominasi, mencapai 50%. Sisanya gas (30%), dan energi terbarukan (14%), dan energi baru (6%).
Pada 2030, komposisi pemakaian bahan bakar fosil akan diperkecil menjadi 45%, sedangkan energi terbarukan akan diperbesar menjadi 30%. Sisanya, gas (21%) dan energi baru (4%).
“Begitu seterusnya hingga tahun 2060, penggunaan bahan bakar fosil menjadi nol. Penggunaan energi terbarukan menjadi 69%, gas 15%, energi baru 7%, dan 8% menggunakan coal ccs dengan biomass co-firing,” kata Imam.
Imam menjelaskan, sejak 2020 PLN sudah mulai melakukan uji coba terhadap penggunaan co-firing dan mulai diimplementasikan secara komersial pada 2021.
PLN telah mengimplementasikan teknologi co-firing biomassa di 37 lokasi PLTU, berbasis ekonomi kerakyatan dan membangun ekonomi sirkuler yang menghasilkan penurunan emisi 1,2 juta ton CO2.
PLN berkomitmen untuk menurunkan penggunaan batu bara melalui program co-firing biomassa, yang dilakukan dengan mengganti penggunaan sebagian batu bara dengan biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sumber biomassa yang dapat digunakan antara lain: pelet kayu dan refuse-derived fuels (RDF).
“Sampai 2023, PLN telah mengurangi emisi dengan total 50 juta ton CO2 dari business as usual 334 juta ton CO2 turun menjadi 284 juta ton CO2 dengan berbagai extraordinary effort,” katanya.
Pengurangan emisi 50 juta ton CO2 tersebut dilakukan melalui lima hal berikut:
- Biomass Co-firing – Melakukan co-firing di 37 lokasi PLTU, yang mengurangi emisi sebesar 1,2 juta ton CO2.
- Energy Efficiency – Meningkatkan jaringan transmisi dan pembangkit, yang mengurangi emisi sebesar 10 juta ton CO2.
- More Efficient Coal Plant – Mengganti PLTU subcritical dengan PLTU supercritical dan ultra supercritical, yang mengurangi emisi sebesar 15,4 juta ton CO2.
- Gas Combined Cycle – Memanfaatkan gas buang dari PLTGU combined cycle untuk menghasilkan listrik tambahan, yang mengurangi emisi sebesar 7 juta ton CO2.
- Renewable Energy – Menambahkan 4 GW kapasitas EBT dari tahun 2011 sampai 2023, yang mengurangi emisi sebesar 16,2 juta ton CO2.
Terkait penerapan aspek K3, PLN telah berhasil mengurangi jumlah fatality lebih dari 50% dalam tiga tahun terakhir.
Imam yang sebelumnya bertugas di bagian HSSE ini memaparkan, keberhasilan dalam hal pengurangan jumlah fatality tersebut berkat kesungguhan dalam menerapkan enam program K3 di PLN. Yaitu:
- Breakthrough Transformation Program “Zero Accident” memperkuat Budaya Safety, memperbaiki kebijakan K3, pengelolaan K3 berbasis digital.
- Implementasi ISO 45001 dan SMK3 PP 50 untuk menjamin standardisasi K3.
- Menerapkan Contractor Safety Management System (CSMS).
- Implementasi Maturity Level K3 di unit.
- Mengembangkan Budaya Safety untuk memperkuat operasionalisasi K3.
- Mengembangkan SPLN terkait K3.
Sementara itu terkait implementasi ESG (Environment, Social, and Governance), Imam mengatakan bahwa PLN sudah melakukannya sejak 2018. Namun secara struktural organisasi, divisi ESG and Safeguard di PLN baru dibentuk pada 2022.
Dalam hal pemeringkatan dari Sustainalytics, PT PLN (Persero) terus menunjukkan peningkatan dalam hal implementasi ESG.
Baca juga: Terkoreksi 1,4 Poin, Nilai ESG Pertamina 2023 Capai 20,7
Pada 2019, nilai ESG PT PLN (Persero) mencapai 46,7 dan terkategori Severe Risk. Tahun 2020, meningkat menjadi 46,1 dan masih terkategori Severe Risk.
Tahun 2022, mencapai 38,2 dan terkategori High Risk. Tahun 2023 ini, dalam penilaian yang dilakukan di bulan November, nilai ESG PT PLN (Persero) mencapai 30,3 dan masih terkategori High Risk.
“Nilai yang ditargetkan pada 2023 ini semula di angka sekitar 35. Tetapi alhamdulillah, berhasil di angka 30,3, hampir mendekati Medium Risk,” pungkas Imam. (Hasanuddin)