JAKARTA, HSEmagz.com – Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) sudah mencanangkan bahwa pada 17 Oktober 2024 seluruh produk olahan makanan dan minuman (mamin), harus mengantongi sertifikat halal.
“Lebih dari masa itu, maka produk mamin tidak boleh diedarkan ke masyarakat,” kata Dr H Pay Paiya, MM, pakar food safety dari Perkumpulan Penyelenggara Jasa Boga Indonesia (PPJI) kepada HSEmagz.com di Jakarta, Minggu (19/3/2023).
Menurut Pay, sertifikat halal merupakan mandatory sesuai amanah dalam UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal beserta turunannya yang antara lain PP No 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
“Mau makanan olahan produksi UMKM maupun industri skala besar, semua harus mengantongi sertifikat halal,” kata Pay.
Untuk tahun 2023 ini pemerintah sudah menggulirkan program 1 juta sertifikat halal bagi para pelaku Usaha Menengah Kecil (UMK) melalui skema self declare (pernyataan halal dari pelaku usaha).
Dikatakan, ada tiga kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal sebelum tanggal 17 Oktober 2024.
Pertama, produk makanan dan minuman (mamin). Kedua, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman. Ketiga, produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.
Menurut Pay, sertifikat halal bukan semata aspek keagamaan yaitu soal halal atau haramnya suatu produk makanan dan minuman.
Lebih dari itu, sertifikat halal diterbitkan pemerintah untuk memberikan keamanan, kenyamanan, keselamatan, dan kepastian kesehatan pada setiap olahan makanan yang diproduksi dan diedarkan ke masyarakat.
“Di situ terkandung aspek food safety. Sekitar 80 persen dari sertifikat halal sesungguhnya menyangkut soal food safety. Sertifikat Halal hanya memastikan saja,” Pay menegaskan.
Dalam sertifakat hal, sambung Pay, terkandung aspek ISO 22001:2018 (Sitem Manajemen Keamanan Pangan) dan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point).
“Berdasarkan ISO 22001: 2018 dan HACCP, semua produk olahan makanan harus dipastikan keamanan, kesehatan, dan keselamatannya sebelum dikonsumsi masyarakat. Sertiikat halal mengatur aspek keamanan dan keselamatan pangan mulai dari hulu di bagian penyediaan bahan pangan (pertanian dan peternakan), tengah (proses pengolahan makanan dan minuman), hingga hilir (diedarkan dan dikonsumsi masyarakat),” beber Pay.
Sertifikat halal, mendorong agar semua pelaku usaha makanan dan minuman untuk memberlakukan aspek food safety yang pada gilirannya diharapkan terciptanya budaya food safety di masyarakat.
Food safety menyangkut soal keamanan dan ketahanan pangan serta soal bagaimana kita makan yang baik dan benar. Dari hulu ke hilir dalam industri makanan.
Pay mengakui edukasi tentang makanan di Indonesia masih kurang. Sebagian besar masyarakat Indonesia cenderung makan sekadar untuk pemenuhan kebutuhan perut yang sedang lapar saja.
Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang sudah memperhatikan segala aspek dari makanan yang akan disantapnya. Terutama aspek kebersihan dan kesehatan yang dinilai Pay sudah sangat luar biasa.
“Masyarakat di Indonesia cenderung makan ya asal makan saja, sekadar mengisi perut yang keroncongan. Padahal makanan yang sehat adalah makanan yang bisa dipastikan asal-usulnya mulai dari pengadaan bahan, penyimpanan, pengolahan, hingga pengemasan dan penyajiannya,” pungkas Pay. (Hasanuddin)