JAKARTA, HSEmagz.com – Supandi kini tak lagi muda. Dalam menapaki perjalanan hidup, ia sudah begitu banyak melampaui berbagai hal dengan segala rintangan dan kebahagiaan.
Ia sudah melintasi aneka zaman; dari zaman serba manual hingga super canggih sekarang ini. Di saat manusia berada di puncak teknologi, justru di saat itu pula Supandi menjadi resah dan gelisah.
Baginya, pencapaian kemajuan teknologi digital, pada lapis lain justru melahirkan keriuhan tersendiri yang datang menghampiri tanpa diundang dan tanpa disadari.
Aneka informasi berseliweran di jagat medsos. Setiap detik, setiap menit, setiap jam, dan setiap hari. Tak ada yang bisa mengerem apalagi membendungnya.
Baca juga: Supandi, Mabuk Ikan Patin (1)
Baca juga: Supandi, Hakikat K3 Adalah Memanusiakan Manusia (2)
Berbagai informasi tersebut terus menerus membanjiri jagat medsos yang diakses melalui telepon genggam pintar, laptop, dan televisi.
Baik dan benar, urusan belakangan. Yang penting informasi mengalir deras; mencekoki otak setiap manusia yang membaca dan melihatnya.
Situasi ini mendorong Supandi pada sebuah perenungan; sampah pikiran. Ia mendefinisikan sampah zaman milenial sebagai sampah pikiran. Bukan sampah dalam arti fisik, tetapi sampah dalam arti non-fisik yaitu pikiran.
Sampah pikiran dimaksud bersifat mikro dan makro. Mikro ada pada diri sendiri, sedangkan makro terkait di luar diri sendiri alias lingkungan.
Baca juga: Supandi, K3 Urusan dan Tanggung Jawab Kita Semua (3)
Baca juga: Supandi, Banyak Belajar dari Budaya Masyarakat Jepang (4)
Sampah pikiran harus dibuang. Otak harus bersih. Otak yang bersih akan melahirkan pemikiran yang bersih dan jiwa yang sehat. Jiwa yang sehat akan membuat kita sebagai manusia menjadi unggul dan tangguh.
“Kita harus bisa langsung memilah dan memilih ketika menyerap suatu informasi yang masuk otak. Jika tidak baik, informasi itu akan mengendap di otak dan menjadi sampah pikiran,” katanya suatu ketika.
Sampah pikiran yang menumpuk di otak akan memicu tingkat stress, yang pada gilirannya akan mengundang berbagai penyakit ke tubuh.
Dalam skala makro, sampah pikiran yang menumpuk di otak akan menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang kurang sehat. Bangsa yang kurang sehat, akan menjadi bangsa yang tertinggal.
Sampah Pikiran kemudian menjadi judul sebuah buku, yang berkisah tentang perjalanan dan pergulatan Supandi dalam mengarungi samudera hidup dan kehidupan selama 73 tahun ini. (Habis/Hasanuddin)