JAKARTA, hsemagz.com – Kasus kematian 11 pendaki dan 12 pendaki lainnya dinyatakan masih hilang saat Gunung Marapi di Sumatera Barat, sempat mengundang tanya. Mengapa gunung paling aktif di Pulau Sumatera tersebut tetap dibuka untuk para pendaki meski meletus?
Gunung Marapi meletus pada Minggu (3/12/2023) sekitar pukul 14.54 WIB. Gunung berapi setinggi 2.891 meter (9.485 kaki) itu tiba-tiba saja memuntahkan abu vulkanik setinggi 3 km ke angkasa.
Ketua Tim Kerja Gunung Marapi Pusat Vulkanologi & Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Ahmad Basuki mengatakan ada aktivitas gunung yang bisa dideteksi sebelum erupsi dan ada yang tidak. “Saat terjadi erupsi Gunung Marapi tidak terdeteksi aktivitas gempa vulkanik sehingga perlu diwaspadai,” katanya.
Sedangkan Ketua Pos Gunung Api (PGA) Marapi Ahmad Rifandi menjelaskan, erupsi gunung api bisa dipicu oleh kondisi bawah permukaan yang terjadi secara tiba-tiba. Contohnya masuknya air ke kantung magma dangkal atau terpicu oleh gempa teknonik lokal.
“Sementara pada Gunung Marapi, pemicu erupsi karena akumulasi tekanan yang sangat dangkal. Selain itu tipe Gunung Merapi dipengaruhi oleh gas sehingga erupsi bisa terjadi secara tiba-tiba,” kata Ahmad Rifandi sebagaimana dilansir dari kompastv.com.
Berdasarkan data yang diperoleh hsemagz.com, peristiwa serupa pernah terjadi pada April 1979. Kala itu Gunung Marapi mendadak meletus dan menewaskan 60 pendaki.
Gunung Marapi disebut-sebut sebagai gunung paling mematikan dan paling aktif di Sumatera. Tahun 2023 saja, gunung Marapi pernah meletus antara Januari – Februari dan memuntahkan abu sekitar 75 meter-1.000 meter dari puncak.
Sejak Januari 2023, PVMBG menaikkan status Gunung Marapi dari Level I ke Level II atau Waspada. Artinya, masyarakat di sekitar Gunung Marapi dan pengunjung/wisatawan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan pada radius 3 km dari kawah/puncak.
Namun, kenapa pendakian Gunung Marapi tetap dibuka meski statusnya Waspada?
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat menjelaskan alasan jalur pendakian Gunung Marapi tetap dibuka saat berstatus Waspada atau Level II.
Plh Kepala BKSDA Sumbar, Dian Indriati mengatakan jalur pendakian sempat dibuka karena mendapat dukungan dari pihak terkait.
Mulai dari Pemda Agam, Pemda Tanah Datar, Dinas Pariwisata Provinsi Sumbar, BPBD Tanah Datar, Basarnas, Walinagari Batupalano, Walinagari Aie Angek, Walinagari Koto Tuo.
“Selain itu Balai KSDA Sumbar juga telah memiliki SOP pendakian dengan batasan-batasan tertentu. Misal melakukan pendakian pada siang hari, tidak boleh mendekati kawah, minimal dalam melakukan pendakian berjumlah tiga orang dan sebagainya,” kata Dian saat dihubungi, Senin (4/12/2023).
Dian mengungkapkan BKSDA Sumbar juga sudah menyiapkan sejumlah rencana untuk menghadapi situasi darurat seperti posko siaga nagari, rambu-rambu di jalur pendakian, hingga asuransi.
Selain Gunung Marapi, kata Dian, sebenarnya banyak gunung di wilayah lain yang juga tetap membuka jalur pendakian meski berstatus Level II atau Waspada.
“Contoh Gunung Bromo, Gunung Kerinci, Gunung Rinjani, dan lain-lain. Dibolehkan melakukan pendakian sepanjang memiliki mitigasi dan adaptasi bencana,” ucap dia.
Dian menegaskan pembukaan jalur pendakian Gunung Marapi saat berstatus Level II atau Waspada sudah sesuai dengan aturan atau SOP. “Iya sudah sesuai SOP,” ujarnya.
46 Kali Erupsi
Sementara itu Pos Gunung Api (PGA) Marapi mencatat selama dua hari, Minggu (3/12/2023) hingga Senin (4/12/22023), telah terjadinya 46 kali erupsi dan 66 kali hembusan dan letusan kembali terjadi pada Selasa pagi.
“Selama dua hari total 46 erupsi dan 66 kali hembusan yang terjadi dengan erupsi eksplosif pertama kali pada tanggal 3 Desember 2023 pukul 14.54 WIB, dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 3.000 meter di atas puncak atau 5.891 meter di atas permukaan laut,” kata Kepala PGA Marapi Ahmad Rifandi di Bukittinggi, Selasa (5/12/2023) sebagaimana dilansir dari laman Antaranews.com.
Ia merinci pada Minggu (3/12) Gunung Marapi mengalami erupsi sebanyak 36 kali dan 16 kali hembusan. Sedangkan pada Senin (4/12) terjadi 10 kali erupsi dan 50 kali hembusan.
“Pagi ini kembali terjadi erupsi dengan tinggi kolom abu tidak teramati di jam 06.13 WB, 06.14 WIB, dan 06.24 WIB, dengan amplitudo maksimum 30 milimeter,” kata Ahmad.
Hal ini membuat tim SAR gabungan kembali harus waspada sehingga terjadi penundaan proses evakuasi korban erupsi, yang masih terjebak di sekitar puncak gunung.
PGA juga mencatat hasil pengamatan meteorologi berupa cuaca berawan, mendung, dan hujan. Angin bertiup lemah ke arah timur, tenggara, dan barat daya.
Suhu udara 23,1-26,6 derajat Celsius dengan kelembaban udara 64,3-84,2 persen, dan tekanan udara 681,2-682,2 mmHg. Sementara volume curah hujan 0,14 mm per hari.
Sementara untuk visual, kata dia, gunung jelas hingga kabut 0-III. Asap kawah bertekanan sedang teramati berwarna kelabu dan hitam dengan intensitas tebal dan tinggi 400-800 meter di atas puncak kawah.
Gunung Marapi secara administratif terletak dalam wilayah Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumbar, dan dipantau secara visual dan instrumental dari PGA yang berada di Jalan Prof Hazairin Nomor 168, Bukittinggi, Sumbar.
Sebagaimana diwartakan, Gunung Marapi yang terletak di wilayah Kabupaten Agam dan Tanah Datar, Sumatera Barat, erupsi pada Minggu (3/12) sekitar pukul 14.54 WIB.
Erupsi gunung api berketinggian 2.891 mdpl ini ditandai dengan muntahan kolom abu berisi material vulkanik hingga 3.000 meter dari puncak kawah yang disertai suara gemuruh.
Imbas erupsi tersebut, hujan abu dilaporkan terjadi di wilayah Nagari Lasi, Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam dengan intensitas tinggi hingga membuat suasana menjadi sangat pekat dan gelap.
Kantor SAR Kota Padang mencatat ada 75 pendaki yang berada di Gunung Marapi, Sumatera Barat saat terjadi erupsi. Dari 75 pendaki tersebut, 11 pendaki dinyatakan meninggal dunia, 12 hilang, dan 52 pendaki lainnya berhasil dievakuasi dengan selamat. (Hasanuddin)