JAKARTA, hsemagz.com – Letusan Gunung Marapi di Sumatera Barat (Sumbar) menelan banyak korban. Hingga Rabu (6/12/2023) atau hari ke-tiga setelah letusan, petugas dari Search and Rescue (SAR) dibantu warga setempat, masih melakukan pencarian para korban.
Menurut Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Suharyono, letusan Gunung Marapi menelan korban 23 pendaki. Duapuluh jasad di antaranya sudah dievakuasi, sedangkan tiga korban lainnya masih dalam pencarian.
“Jumlahnya ada 75 orang, sebanyak 52 orang berhasil selamat dan sisanya meninggal dunia,” kata Irjen Pol Suharyono saat berada di RSUD dr Achmad Mochtar Bukittinggi, dikutip dari TribunPadang.com, Rabu (6/12/2023).
Menurutnya, sebanyak 23 orang meninggal dunia, di mana tiga di antaranya belum dapat evakuasi dari atas gunung hingga Selasa kemarin.
“Dari sebanyak 23 orang ini, sudah berhasil dievakuasi sebanyak 20 orang,” katanya.
Ia menyebut, jika tiga orang korban lainnya sudah berhasil ditemukan, maka sudah lengkap sebanyak 75 orang.
Pihaknya masih menunggu apakah masih ada pihak keluarga yang masih kehilangan anggota keluarganya. “Sedangkan korban yang sudah dibawa ke RSUD dr Achmad Mochtar Bukittinggi belum semuanya terdeteksi,” katanya.
“Bisa saja nanti ada identitasnya mr X. Oleh karena itu petugas yang ada di Pos DVI (Disaster Victim Identification) Polda Sumbar untuk mendeteksinya,” katanya.
Polda Sumbar selanjutnya akan menyinkronkan data laporan yang ada. Hal itu dikarenakan data laporan awal ada 75 pendaki yang resmi melakukan pendakian pada saat itu.
Polda Sumbar akan memeriksa ulang apakah ada duplikasi data atau memang hanya 75 orang korban yang terdata. Pihaknya akan memastikan data ini untuk mencari tahu apakah ada pendaki yang mencuri-curi untuk dapat naik ke Gunung Marapi atau tidak.
Dua dari 75 pendaki adalah anggota Polda Sumbar. “Saya nyatakan ada, memang ada. Polisi kan manusia juga, pengen liburan mungkin ya. Ada dua orang, satu orang selamat,” kata Suharyono.
Ia menyebutkan, untuk korban anggota polisi yang berhasil selamat sudah berhasil dirawat oleh Dokter, dan saat ini sudah kembali pulang. Untuk personel Polisi yang selamat mengalami retak pada tulang tangannya, dan luka bakar yang tidak terlalu parah.
Sedangkan satu orang lagi bernama Brigadir Polisi Dua (Bripda) Muhammad Iqbal masih menunggu identifikasi di tim DVI (Disaster Victim Identification) Polda Sumbar.
Suharyono menyebutkan dua personel yang menjadi korban erupsi Gunung Marapi ini berasal dari Direktorat Sabhara Polda Sumbar.
Kata dia, dua orang personel ini tidak terdeteksi, karena tidak perlu izin ke atasannya untuk mendaki gunung. Kedua personel ini mendaki gunung pada saat lepas dinas atau mengambil waktu liburnya.
“Mungkin sedang lepas piket. Karena pada hari Minggu rata-rata lepas dinas. Bisa jadi naiknya pada Sabtu setelah lepas piket,” katanya.
Baca juga: Telan 75 Pendaki, Pembukaan Jalur Pendakian Gunung Marapi Sudah Sesuai SOP
Dihujani Batu Diselimuti Abu
Sementara itu, salah seorang korban selamat menuturkan kesaksiannya. Ia adalah Fadli (20).
Pria berusia 20 tahun ini langsung mencari tempat berlindung di balik bebatuan cadas. Saat itu ia berada di sekitar puncak gunung dengan ketinggian 2.891 meter dari permukaan laut (Mdpl).
“Saat mendengar gemuruh dan merasakan guncangan itu, saya langsung bersembunyi bersama tiga teman saya,” kata Fadli di RSUD Padang Panjang sebagaimana dilansir laman BBC News Indonesia.
Suara gemuruh ini hanya awal dari proses erupsi Gunung Marapi. Saat bersembunyi di balik batu, ia melihat batu berukuran kepalan tinju orang dewasa melayang-layang.
“Saat salah satu batu menuju ke saya, saya menepisnya dengan tangan kosong yang mengakibatkan jari saya patah,” katanya. Batu selanjutnya kemudian mendarat di bagian kaki kiri Fadli, yang membuat tulangnya patah.
Tak lama kemudian, asap hitam menyelimuti langit. Lalu asap hitam dan debu pekat membekap mata Fadli. Ia benar-benar tidak bisa melihat di sekitarnya. “Saat itu kami tetap bersembunyi di balik batu dan saya tidak mengetahui lagi tentang teman-teman saya yang lain,” lanjutnya.
Batu yang beterbangan juga menghantam bagian kepala salah satu temannya sehingga hampir kehilangan kesadaran. Di tengah situasi asap hitam dan debu disertai hujan batu, Fadli yang saat itu masih bersama tiga rekannya, perlahan-lahan bergerak turun. Mereka berusaha menghindari awan panas.
“Kami terus mencoba bergerak ke arah bawah dengan terus mencari tempat bersembunyi di bebatuan,” katanya.
“Saya mencoba bergeser ke bawah untuk mencari jaringan (sinyal) untuk menghubungi pihak pos penjagaan dan meminta agar kami dijemput,” lanjutnya.
Setelah mendapat beberapa batang sinyal di layar ponsel, Fadli langsung menghubungi pihak Basarnas dan menyampaikan situasi dan keadaannya. “Pihak Basarnas meminta agar saya menunggu di sebuah pertigaan dan nanti katanya akan dijemput ke sana,” lanjutnya.
Setelah menunggu kurang lebih delapan jam, akhirnya yang ditunggu pun sampai di tempat yang sudah dijanjikan untuk penjemputan.
“Saat tim evakuasi sampai di tempat itu, akhirnya saya bisa lega. Karena saya dan tiga teman saya akhirnya bisa selamat walaupun dalam keadaan luka-luka,” lanjutnya.
Saat dievakuasi, Fadli mengalami luka patah tulang, besut, dan luka bakar di punggungnya. Kondisi ini membuatnya harus digendong anggota tim penyelamat yang melakukan penjemputan. Tapi lukanya terasa perih, sehingga ia harus ditandu.
“Setelah tiga jam ditandu, akhirnya saya sampai ke pos evakuasi dan akhirnya saya bawa menggunakan ambulans ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ini,” lanjutnya.
Fadli menceritakan bahwa dirinya bersama 17 orang temannya yang terdiri dari 12 pria dan lima perempuan, memutuskan untuk naik ke Gunung Marapi pada Sabtu (2/12/2023).
Ia mengatakan “tidak ada firasat” apa pun saat mendaki Gunung Marapi di Sumbar dengan ketinggian hampir setara dengan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. “Kami naik hari Sabtu dan bersama-sama mendaki dan saling membantu dalam segala hal,” katanya.
Pada Minggu (3/12/2023) ia bersama belasan temannya langsung menuju puncak untuk melihat matahari terbit dan menikmati pemandangan. “Sebelum menuju puncak, kami sempat makan terlebih dulu. Karena pagi itu kami cukup lapar,” lanjutnya.
Di puncak Gunung Marapi, ia bersama temannya berfoto dan bersenda gurau sembari menikmati pemandangan yang indah. “Sungguh tidak saya sangka gunung akan erupsi. Karena tidak ada tanda-tanda yang kami rasakan,” katanya.
Data yang dihimpun hsemagz.com, para korban meninggal, termasuk Fadli yang selamat, seluruhnya ditemukan di radius beberapa ratus meter dari kawah dan puncak gunung.
Sejatinya, jika Gunung Marapi dinyatakan berada pada status Waspada atau Level II, tidak boleh ada orang yang mendekati kawah dalam radius 3 km.
Pengawasan, edukasi, dan informasi dari lembaga-lembaga terkait, patut dipertanyakan. (Hasanuddin)