ADRIANUS PANGARIBUAN: Setiap Kebakaran ‘Kok’ Karena Listrik (3)
JAKARTA, HSEmagz.com – Berbekal latar belakang electrical engineering, tentu saja Adrianus Pangaribuan punya segudang argumen berbasis ilmiah yang bisa diajukan guna memberikan sanggahan bahwa kebakaran acap dipicu listrik, seperti short circuit (korsleting/hubungan pendek arus listrik).
“Kalau diperhatikan, pemberitaan di media hampir setiap peristiwa kebakaran diberitakan diakibatkan oleh korsleting listrik, bahkan keterangan yang sama juga hampir selalu disampaikan oleh pejabat yang berwenang,” kata Adrianus.
Bukannya tidak mungkin terjadi korslet, tapi bagi Adrianus, hubungan pendek arus listrik/korsleting/short circuit adalah hasil akhir dari suatu proses, dan bukan penyebab utama.
Berdasarkan pengalamannya selama ini untuk gedung komersial, memang lebih banyak akibat kelistrikan. Tetapi, katanya, belum tentu karena hubungan pendek arus listrik. Sedangkan industri. pemicunya lebih didominasi oleh electrostatic atau listrik statis.
Menurutnya, hubungan pendek arus listrik hanyalah produk akhir. Adrianus mengibaratkannya sebagai bawang. Hubungan pendek arus listrik adalah lapisan paling luar dari proses. Nah untuk menemukan sumber masalah sebenarnya, masih banyak lapisan yang harus dikupas.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Mendalami Ilmu Api Karena 6 Stafnya Meninggal (1)
Adrianus menjelaskan, suatu sistem kelistrikan yang banyak menggunanakan beban non – linear (misalnya penggunaan inverter) yang melewati batas distorsi arus listrik dan tegangan yang diijinkan (THDi; THDv dan TDD).
Hal ini akan menimbulkan panas pada kabel atau netral yang ber-arus listrik, untuk meredam harmonic ini adalah penggunaan Capacitor Bank yang dilengkapi dengan reactor yang berfungsi sebagi filter listrik.
Jika Capacitor Bank tidak dilengkapi dengan reactor akibatnya timbul skin effect pada kabel listrik dimana arus listrik mengalir yang seharusnya mengalir di semua penampang kabel, bergeser dan hanya mengalir pada sisi kulit kabel.
Akibatnya arus listrik yang mengalir pada kabel seolah tidak mencukupi dan tidak sesuai dengan luas penampang kabel. Dampaknya kemudian terjadi panas pada kabel, dan dimungkinkan untuk terjadi kebakaran dan ledakan.
Sebagaimana diketahui, sambungnya, bahwa panas pada inti kabel (tembaga) bisa mencapai 1.080oC namun isolasi kabel (PVC) mulai terjadi deformasi pada temperatur 70oC.
Pada situasi itu, harmonic harus segera diatasi. Jika tidak, akibatnya secara perlahan isolasi kabel akan meleleh dan akhirnya inti metal kabel akan beradu dan hasil akhirnya terjadi hubungan pendek (hasil akhir) dan jika berlanjut menimbulkan api dan kebakaran.
Penjelasan Adrianus di atas sebagai Ilustrasi dari salah satu penyebab kebakaran yang disebabkan oleh hubungan pendek arus listrik.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Investigasi 200 Kasus Kebakaran (2)
Banyak hal lain yang bisa terjadi misalnya beban berlebih (electrical overload), salah penggunaan kabel, salah penggunaan pengaman dan pembatas arus (MCB/MCCB/ACB), salah menerapkan sistem protection coordination system yang berjenjang. Ini yang ada di sistem distribusi beban listrik. Belum lagi kalau dibahas sistem pembangkitan seperti pada trafo listrik, genset dan turbin.
“Harmonic adalah salah satu penyebab kebakaran listrik di industri maupun gedung komersial, walaupun masih banyak hal penyebab lain. Dalam melakukan investigasi kita harus bisa membuktikan secara tegas dan ilmiah untuk penyebab utama. Tidak bisa hanya berdasarkan analisa teori, keterangan saksi. Diperlukan suatu bukti secara ilmiah dan tak terbantahkan dan yang terpenting diakui oleh orang yang mempunyai kompetensi yang sama di bidangnya,” bebernya.
Sebagai contoh, untuk beban harmonic tadi, temukan terlebih dahulu sumber masalahnya (fire of origin). Kemudian, untuk menuju sumber masalah, kita dapatkan dari petunjuk yang ditinggal oleh proses kebakaran seperti ada yang namanya V-pattern/marking, U-pattern/marking, W-Pattern/marking, A-Pattern/Marking (reverse V), Heat pattern/marking, smoke pattern/marking, plume dan lain sebagainya dan pola yang timbul ini semuanya didasari dari dinamika api (Fire Dynamic).
“Pola-pola inilah yang mengarahkan kita menuju sumber api pertama kali dan yang nanti menentukan apakah kebakaran ini terjadinya secara alamiah ataukah adanya pola kesengajaan (arson). Tentu saja kita membutuhkan saksi mata jika ada. Namun perlu diingat bahwa kesaksian mata bisa berubah-ubah, karena dalam kondisi panik orang bisa lihat apa saja dan dengar apa saja, maka diperlukan suatu pembuktian yang ilmiah. Tentu saja pembuktian ini menggunakan hasil laboratorium, engineering calculation, secara matematis ataupun pemodelan (computer modeling) ataupun melakukan pengujian langsung,” bebernya lagi.
Ada beberapa langkah yang harus dilalui dalam melakukan investigasi. Mulai dari pengambilan sample di lokasi kebakaran, keterangan saksi, pengujian laboratorium, dan sebagainya.
Menurut Adrianus, ada 10 langkah dalam melakukan investigasi kebakaran yang diberikan dalam bagan fire investigation. Tentu saja tidak semua yang ada dalam bagan tersebut bisa dilaksanakan karena kondisi lapangan, namun yang paling penting adalah bahwa proses terpenting dan utama sudah dilakukan.
Baca juga: Kebakaran Depo Plumpang, Ini Kata Pakar Forensik Api
Banyak yang mempertanyakan, apakah dalam pengambilan sample sudah sesuai dan benar, karena dalam proses pemadaman dikenal dengan yang namanya water damage, kerusakan yang diakibatkan proses pemadaman.
Menurut Adrianus, jawabannya bisa ya dan bisa tidak karena investigator (independen) baru bisa masuk ke lokasi setelah proses pemadaman selesai, dan kerusakan lokasi bisa terjadi akibat proses penyemprotan dengan air bertekanan dan bisa juga oleh pergerakan petugas pemadam.
Bahkan kadang investigator baru bisa masuk ke lokasi setelah garis polisi dilepas dan investigator independen kadang hanya mendapat sisa sample yang telah diambil oleh penyelidik dari kepolisian.
Dari pengalamannya selama ini hampir tidak ada pola yang terhapus sama sekali dan tidak ada sample yang tidak tersisa di lokasi. Pola dan tanda yang ditinggal tidak akan terhapus, karena sebagaimana diketahui pada saat terjadi kebakaran temperatur di lokasi sangat tinggi, bisa mencapai 1.200oC dimana pada saat ini semua material akan memuai dan membuka pori-porinya, karena temperatur yang tinggi maka tekanan juga naik.
Pada tahap ini material yang sudah berubah fasa menjadi fasa gas masuk ke dalam pori–pori material yang ada di sekelilingnya dan pada saat proses pemadaman, temperatur kembali turun.
Pada saat temperatur turun, pori-pori material kembali tertutup dan material (gas) yang terjebak akan selalu tersimpan, dan dengan mengampil sample yang tepat, sample inilah yang akan dikeluarkan kembali pada proses pengujian laboratorium.
Sedangkan untuk pengujian material yang bersifat metal (misalnya kabel listrik), informasi penyebab kelistrikan akan tersimpan di dalam kabel.
Salah satu sifat kelistrikan adalah jika satu bentangan kabel mengalami gangguan, maka seluruh kabel, dari ujung ke ujung, mengalami hal yang sama sehingga jika pihak lain mengambil ujung lain maka investigator masih bisa mendapat sisa dari kabel atau sample yang diambil.
“Jadi tidak usah khawatir untuk tidak mendapatkan sample dari kerusakan lokasi. Jika bisa membaca tanda di lokasi kebakaran dengan benar bisa dipastikan akan mendapat sample yang dibutuhkan, dengan metoda pengujian yang benar bisa mengungkap kejadian yang sesungguhnya,” Adrianus menegaskan. (bersambung/Hasanuddin)