JAKARTA, HSEmagz.com – “Jadi ilmu dinamika api merupakan ilmu yang mendasari ilmu tentang perilaku api itu sendiri, mulai saat itu saya berprinsip bahwa jangan pernah merasa dan mengaku sebagai orang fire kalau belum atau tidak pernah belajar perihal dinamika api,” Adrianus menegaskan.
Hal ini pula yang dialaminya ketika mengambil sertifikasi keahlian fire & explosion investigator di Amerika Serikat. Mereka tidak membatasi siapapun yang akan mengambil sertifikat keahlian tersebut, siapapun boleh dengan berbagai latar belakang keilmuan, tidak dipertanyakan apakah latar belakang ilmu soisial ataulan ilmu eksakta, semua boleh.
Yang membedakan hanya waktu pelatihan. Bagi yang sudah pernah belajar combustion, heat transfer, thermodinamika, fluida, thermofluida dan yang terpenting fire dynamic akan mendapat pematangan materi dan menjalani pelatihan sekitar tiga bulan. Sementara yang belum pernah mendapatkan sama sekali akan mendapat waktu pelatihan delapan bulan.
Sebelum mengambil sertifikasi ini sebelumnya Adrianus cukup banyak melakukan investigasi pada beberapa kasus kebakaran dan ledakan. Ia lantas tergerak untuk mendapatkan sertifikat professional setelah pernah ditolak oleh pengadilan sebagai saksi ahli karena tidak punya sertifikat kompetensi sebagi fire & explosion investigator baik nasional maupun internasional.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Mendalami Ilmu Api Karena 6 Stafnya Meninggal (1)
Sebab, katanya, secara nasional belum ada instansi yang mengeluarkan sertifikat keahlian ini maka alternatif-nya mengambil sertifikat internasional. Saat ini Adrianus Pangaribuan menjadi salah satu pemegang CFEI (Certified Fire & Explosion Investigator).
“Di Indonesia ada dua orang, saya dan satu lagi ada di Freeport di Tembagapura dan bekerja di lingkungan dan untuk kepentingan Freeport, sedangkan saya tetap bekerja sebagai fire & explosion investigator secara independen,” ujarnya.
Saat ini Adrianus melakukan pekerjaan sebagai fire & explosion investigator independen, bergabung di PT Forensic Engineering Services. Sebelumnya bergabung di DHV BV Indonesia, suatu perusahaan konsulatan teknik Belanda di Jakarta yang sekarang perusahaannya sudah tidak ada.
DHV BV mempunyai representative office di seluruh dunia dan lebih banyak memberikan konsultansi di bidang bangunan gedung/industri dan spesialisasi bidang air (bendungan, irigasi dan kelautan).
Baca juga: Kebakaran Depo Plumpang, Ini Kata Pakar Forensik Api
Menurutnya, dari seluruh representative office di dunia hanya Jakarta yang kala itu memiliki divisi fire and safety engineering. Bahkan dirinya pernah diminta oleh kantor pusat di Belanda untuk memberikan pelatihan bagi karyawan mereka di Belanda.
“Namun permintaan ini tidak pernah saya penuhi, karena pelatihannya di Belanda namun gajinya tetap Indonesia, ha ha ha.…” kata Adrianus seraya tertawa.
Investigasi 200 Kasus Kebakaran
Saat ditanya sudah berapa banyak investigasi kebakaran yang dilakukan, Adrianus mengaku bahwa hingga sekarang ini ia sudah menyelesaikan sekitar 200-an kasus investigasi kebakaran dan ledakan.
Sebanyak 60% di antaranya menangani kasus untuk asuransi dan 40% investigasi kebakaran yang diminta langsung oleh instansi atau perusahaan terdampak yang menyadari pentingnya menemukan inti permasalahan penyebab kebakaran supaya tidak terjadi kejadian berulang kesalahan yang sama dan di tempat yang sama.
Untuk pekerjaaan FERA (Fire & Explosion Risk Assessment) ia telah menyelesaikan sekitar 40-an kasus, baik onshore dan offshore facilities di berbagai macam industri mulai oil & gas, industri kimia, pembangkit, pertambangan baik underground and upperground facilities.
Baca juga: Teori Segitiga Api dalam Kasus Kebakaran Depo Plumpang
Banyak pekerjaannya yang berawal dari investigasi kebakaran berlanjut ke pekerjaan FERA. Pasalnya banyak yang beranggapan jika bisa menemukan penyebab kebakaran tentu bisa menemukan solusi untuk mengatasinya.
Bahkan ada pula yang diawali dengan pekerjaan FERA diakhiri dengan investigasi kebakaran. Di antaranya pernah salah satu perusahaan mengundangnya untuk melakukan FERA setelah kondisinya sudah sangat parah.
“Bahkan pernah ada kejadian dua minggu setelah kami melakukan identifikasi melalui FERA, kebakaran dan ledakan terjadi benaran di fasilitas mereka. Dalam melakukan FERA kami selalu mengedepankan assessment yang berbasis keteknikan.” (bersambung/Hasanuddin)