JAKARTA, HSEmagz.com – Usianya belum terlalu tua. Rambutnya pun masih hitam semua, meski di sebagian sisi sudah mulai memutih. Tetapi pengalaman dan kiprah Rudiyanto di dunia K3 Indonesia, sudah sangat matang. Lebih dari separuh hidupnya didedikasikan bagi perkembangan dunia K3 di Indonesia.
Pria kelahiran ‘Kota Kembang’ Bandung, Jawa Barat, tahun 1968 ini sudah mengenal K3 sejak ia masih kuliah, walau sebatas teori. Persisnya di Teknik Perminyakan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Yogyakarta.
Selepas kuliah, mantan Direktur Utama Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) selama dua periode ini mengawali karirnya bekerja di lingkungan industri minyak dan gas yaitu Schlumberger. Di sinilah pergulatan dengan dunia K3 sesungguhnya.
Dari perusahaan minyak asing, Rudiyanto yang pernah mengenyam pendidikan Ilmu Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM ini melanjutkan karirnya ke PT Sucofindo (Persero), sebuah perusahaan inspeksi pertama di Indonesia yang didirikan pada 22 Oktober 1956.
Sucofindo kala itu belum seperti sekarang ini. Masalah HSE (K3L) masih belum begitu memiliki awareness sebaik sekarang.
Rudiyanto bersama beberapa rekannya saat itu diminta oleh direksi Sucofindo yang dipimpin oleh alm Moedjiono dan Wahyu Hidayat beserta VP Sucofindo Pak Didie Tedjosumirat dan Pak Soeminto R Tabrie untuk mengembangkan K3 secara services.
Rudiyanto yang pernah dinobatkan sebagai CEO Concern Award oleh World Safety Organization (WSO) pada 2019 & 4 Stars Silver Safety Culture Award (WSO – 2021) ini bersama teman-temannya tersebut disekolahkan secara khusus oleh Sucofindo untuk mendalami ilmu Sistem Manajemen K3 di sejumlah negara.
Ia sendiri disekolahkan di British Safety Council (BSC) dan International Institute for Risk and Safety Management di London, Inggris, yang menjadi pusat pendidikan K3 terbaik di dunia. Dari sini, ia meraih gelar Diploma in International Risk and Safety Management.
Pengetahuan K3 Rudiyanto secara keilmuan, semakin bertambah. Ada juga temannya di Sucofindo saat itu yang disekolahkan ke Universitas New South Wales, Australia untuk mengambil program Diploma Work Safe.
Ada 5 negara yang dituju Sucofindo untuk memperdalam dan melakukan benchmark pada ilmu K3 kala itu. Selain Inggris dan Australia, ada juga yang disekolahkan ke Amerika, Jepang, dan Singapura. Rudiyanto sendiri termasuk beruntung, sebab selain di sekolahkan ke Inggris, ia juga diterbangkan ke Amerika Serikat untuk memperdalam ilmu K3.
Pemberangkatan Rudiyanto dan teman-temannya ke sejumlah negara tersebut dalam upaya untuk mengkaji sistem manajemen K3 seperti apa yang tepat dan bisa untuk diterapkan di Indonesia.
Maklum kala itu Sucofindo hendak mengembangkan jasa tentang penerapan Sistem Manajemen K3 di Indonesia. Konsep yang digagas Sucofindo itu ditawarkan ke berbagai Kementerian dan lembaga saat itu. Namun respons sebagaimana yang diharapkan tak senudah itu. Gayung bersambut justru datang dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Saat itu berdasarkan kajian Sucofindo isu K3 bukan lagi hanya bersifat teknis, namun harus terintegrasi sebagai bagian dari sistem manajemen. Safety Management di banyak negara ketika itu sudah banyak dikembangkan, termasuk di negara tetangga, Singapura.
Di Kemnaker, gagasan itu diterima oleh Pak Pak Tjepy F Aloewi, Direktur PNK3 dan kemudian diteruskan kepada Pak Suwarto selaku Dirjen Binawas Kemenaker yang akhirnya disetujui.
Jenjang selanjutnya adalah presentasi ke Menaker yang kala itu dijabat Bapak Abdul Latief. Dan ditindaklanjuti oleh Kemnaker yang kemudian membentuk tim pengembangan dan penerapan SMK3 Nasional, dimana Rudiyanto turut ambil bagian di dalamnya sebagai core team.
Tim Kemenaker dan Sucofindo-pun melakukan kegiatan benchmark ke lima negara,. Sepulang dari kegiatan benchmark, Rudiyanto dan tim kemudian memformulasikan standar penerapan Sisten Manajemen K3 dan kegiatan auditnya, yang bertujuan guna membangun K3 secara kesisteman di Indonesia.
Setelah proses yang cukup panjang, akhirnya Kemenaker menerbitkan Permenaker No 5 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), yang menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan dunia K3 di Indonesia, dari semula bersifat teknis menjadi pendekatan dalam bentuk sistem manajemen.
Awareness tentang penerapan sistem manajemen kemudian dilakukan secara massif ke seluruh pelosok negeri dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang sama dengan seluruh pihak yang terkait dengan penerapan K3 nasional kala itu.
Dalam upaya tersebut, peraih penghargaan bergengsi K3 dunia dari World Safety Organization (WSO) pada 2019 untuk kategori Concerned Citizen on OSH Implementation ini mengaku banyak berkonsultansi dan di bimbing dibantu sejumlah tokoh senior seperti alm Pak Dr Soekotjo yang saat ini menjabat sebagai Ketua DK3N, alm Dr Sayidi, Dr Haryono, Dr Aryono, Dr Ismoyo Jati dan para senior K3 saat itu.
Rudiyanto mengaku banyak menimba ilmu dari mereka dalam upaya mendapatkan dukungan tentang upaya mengedepankan aspek K3 dalam bentuk kesisteman di Indonesia.
Rudiyanto mengaku bangga bisa menjadi salah satu yang menyumbangkan tenaga dan pikiran demi terciptanya K3 secara kesisteman di Indonesia begitu Permenaker No 5 tahun 1996 lahir.
Apalagi, Permenaker tersebut di kemudian hari menjadi landasan utama diundangkannya Peraturan Pemerintah (PP) No 50 tahun 2012 tentang SMK3. (bersambung/Hasanuddin)