JAKARTA, HSEmagz.com– Era digital sudah mengubah wajah peradaban dunia dalam sekejap. Dunia yang semula tertutup kini menjadi lebih terbuka dan terang benderang. Kehidupan manusia menjadi tak lagi berjarak. Teknologi digital mampu menembus bilik-bilik pribadi sekalipun. Tanpa kompromi.
Kita menjadi asyik sendiri menikmati kecanggihan teknologi digital. Di rumah, di tempat kerja, di pasar, di mall, bahkan di kereta commuter yang padat sekalipun, orang begitu asyik memainkan HP tanpa peduli lingkungan sekitar.
Tak hanya orang dewasa, gadget sudah merambah kalangan anak-anak. Sebagian dari mereka kini memilih ‘berteman’ dengan gadget. Keseharian mereka bahkan nyaris tak bisa dipisahkan dari gadget dengan waktu memainkannya bisa mencapai seharian.
Kita, sebagai orangtua, kadang sering kesal melihat anak yang seharian bermain gadget. Bila sudah begitu anak menjadi lupa makan, lupa belajar, lupa bermain dengan teman sebaya, dan lupa segalanya.
Lalu, apa yang harus kita lakukan?
Berikut trik dan tips yang diberikan oleh psikolog anak, yang layak dicoba orangtua di rumah.
“Mau nggak mau kita harus tarik gadget-nya. Memang setelah itu anak biasanya akan ngamuk dan saat itulah kita perlu membujuk anak,” kata psikolog Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd yang akrab disapa Diana.
Membujuk anak, bisa dilakukan dengan mulai mengajak mereka bermain permainan olahraga, mengajak ke luar rumah, bermain lari-larian, dan menyusun blok misalnya. Nah, dari situ, orangtua harus jeli melihat apa kegiatan yang paling disenangi anak.
Sebab, menurut Diana, yang paling penting dalam mengalihkan perhatian anak adalah memberikan kegiatan pengganti yang menyenangkan bagi si anak.
“Itulah tantangan bagi orangtua mencari pengganti yang disukai anak. Memang nggak gampang ya,” lanjut Diana di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Ketika anak sudah senang pada satu kegiatan, misalnya saja art and craft, maka mau tidak mau orangtua juga harus mempelajari hal itu. Dalam mempelajarinya pun, Diana menyarankan, ada baiknya jangan mengandalkan gadget. Toh jika hendak mencari tutorial di YouTube misalnya, jangan sampai ketahuan anak.
Sebab itu sama saja dengan tidak jadi menjauhkan anak dari gadget. Diana menekankan, gadget bisa jadi sarana orangtua untuk mempelajari kegiatan yang akan dilakukan dengan anak atau dengan kata lain untuk menambah referensi alternatif kegiatan yang bisa dilakukan orangtua dengan anak.
Khusus untuk anak usia 2 tahun-an kegiatan bermain lempar tangkap bola misalnya, bisa menjadi kegiatan pengganti main gadget yang disenangi. Sebab, di usia tersebut anak sedang melatih otot tangannya untuk menulis.
“Pada anak usia 2-5 tahun, pakai gadget maksimal 1 jam per hari, itu untuk konsumsi konten gadget yang bergerak ya seperti film atau video. Untuk anak di atas enam tahun, pakai gadget maksimal dua jam per hari dan untuk anak di bawah usia satu tahun, nggak boleh sama sekali,” ucap Diana memberi pesan.
Ia juga mengingatkan, saat membatasi penggunaan gadget anak maka orangtua juga harus membatasi konsumsi gadgetnya. Sebab, anak akan meniru apa yang dilakukan orangtua. Saat orangtua tak bisa berhenti main gadget, maka anak akan melakukan hal serupa.
Dampak Negatif
Anak-anak biasanya bermain dengan teman sebayanya di lingkungan tempat tinggalnya. Namun, di era digital ini beberapa anak justru sibuk dengan gadget mereka. Teknologi yang bisa membantu pekerjaan manusia ini juga memiliki dampak negatif bila dimainkan oleh anak di bawah umur.
Menurut penelitian Ofcom, 4 dari 10 anak berusia 3 hingga 4 tahun memiliki akses terhadap tablet atau smartphone di dalam rumah. Tidak hanya itu, 3 anak dengan usia 5 – 15 tahun memiliki piranti miliknya sendiri.
Menurut dr Richard Graham, konsultan psikiater remaja, penggunaan smartphone atau tablet harus berimbang karena ia pernah menyaksikan sekumpulan anak menonton video dari perangkat pribadinya, tetapi mereka tidak bisa mengikat sepatu sendiri.
“Selain berdampak positif, anak-anak juga bisa sangat bergantung pada gadgetnya ketika ia kehilangan minat dalam kegiatan lain dan justru menjadi obesitas. Tidak hanya itu, anak-anak juga menunjukkan tanda kecemasan, gelisah, dan masalah perilaku ketika gadget diambil,” ucap dr Richard yang telah mendirikan Technology Addiction Service for Young People.
Jangka waktu yang lama saat menatap layar juga bisa menyebabkan nyeri leher, sehingga dapat menjadi sebab saraf terjebak di bahu, nyeri lengan, dan sakit kepala. Cahaya dari gadget juga disebutkan dr Richard mempengaruhi kualitas tidur dan kemampuan anak dalam bermimpi. Sehingga ia menyarankan penggunaan gadget harus dihentikan sekitar satu atau dua jam sebelum tidur dan meredupkan cahaya layar.
“Mungkin kita bisa mulai melihat anak-anak muda di masa depan. Anak-anak yang lebih lemah, pundaknya lebih bungkuk, dan memiliki otot yang lebih buruk dari sebelumnya,” ungkap Sammy Margo, fisioterapis dan dikutip dari The Daily Express.
Nah, untuk mengatasi hal itu, Lucy Gill, seorang penasihat situs permainan fundamentallychildren.com percaya bila penggunaan gadget dipantau orangtua, hal itu akan memberi efek positif.
Namun bila permainan yang dimainkan cenderung memberi respons refleks yang cepat, misalnya anak harus berulang kali menembak objek. Hal itu harus dihindari karena dapat menimbulkan efek ketagihan dan tidak bermanfaat memberi edukasi. (berbagai sumber/Hasanuddin)