ADRIANUS PANGARIBUAN: Tongkol Balado, Jagal Ayam, dan Dangdut (5-Habis)
JAKARTA, HSEmagz.com – Dari namanya saja, sudah bisa dipastikan bahwa Adrianus Pangaribuan adalah pria berdarah Batak. Tetapi ia justru lahir dan besar di kota Padang, Sumatera Barat.
Persisnya di Desa Batang Arau, Kecamatan Padang Selatan, Padang, Sumatera Barat. Batang Arau adalah sebuah desa nelayan
“Saya lahir dan dibesarkan di Padang, di suatu daerah kota tua di pinggiran Batang Arau dan aktifitas umum masyarakat di sana adalah melaut dengan bekerja pada kapal laut yang melayani pelayaran Padang – Mentawai Kepulauan atau bekerja sebagai nelayan,” kata Adrianus.
Sebagai orang yang dibesarkan di daerah nelayan, tentu kehidupan Adrianus tidak lepas dari makanan laut. Berbagai jenis ikan dan makanan laut lainnya sudah menjadi bagian dari keseharian. Salah satu makanan favoritnya sampai saat ini adalah tongkol balado.
Sampai sekarang, sang istri yang berprofesi sebagai dokter, wajib menyediakan tongkol balado di rumah. Paling tidak dua hari sekali.
“Istri saya sampai heran, sambil bilang: “kok nggak bosan – bosan sih sama tongkol?” sambil tertawa dan becanda selalu saya bilang tongkol adalah the way of life saya, dunia terasa hampa tanpa tongkol dan saya tidak bisa berpikir hahahaha….” katanya sambil tertawa lepas.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Mendalami Ilmu Api Karena 6 Stafnya Meninggal (1)
Ditanya soal pantangan, Adrianus mengaku belum ada pantangan soal makanan. Apa saja masih boleh dimakan. Hanya saja, sang istri selalu mengingatkan untuk tidak mengonsumsi secara berlebihan.
Istri dan salah seorang anaknya kebetulan berprofesi sebagai dokter. Mereka lah yang selama ini sering mengontrol kesehatan dirinya. Termasuk olahraga ringan berupa jalan kaki di seputaran rumahnya, dua hari sekali minimal 45 menit.
Adrianus mengaku berasal dari keluarga sederhana. Ayah bersuku Batak dan ibu suku Ambon yang punya garis keturunan Manado dan Belanda. Sedangkan istri bersuku Bali dan mereka dikaruniai tiga anak yang semuanya perempuan.
Dikisahkan, sebagaimana anak yang besar di kampung pada saat itu, ia juga mengalami masa pertumbuhan sebagai anak kampung. Adrianus kecil biasa bermain di sungai, laut, bahkan gunung tepatnya bukit yang dikenal dengan nama Gunung Padang. Nama Desa Batang Arau sendiri diambil dari nama sungai yang berhulu di kawasan Bukit Barisan dan bermuara di Pelabuhan Muara.
Sejak kecil, Adrianus tak terbiasa jajan. Kedua orangtuanya tak pernah memberikan uang jajan, sehingga ia terbiasa mencari uang sendiri sedari kecil.
“Segala macam pekerjaan kami kerjakan saat itu. Kami mengumpulkan kopra, cengkeh, kayu manis, kopi, gambir, buah pala dan komoditi hasil bumi lainnya dari hasil bongkar muat di pelabuhan, dikumpulkan dan kemudian dijual dan uangnya untuk keperluan sekolah, jajan dan keperluan pribadi. Kadang kami juga ikut membantu bongkar muat di kapal yang akan berangkat dan kembali dari pulau Mentawai. Semua dijalani saja, tidak ada yang jadi beban dan penuh dengan kegembiraan. Dan untungnya di lingkungan kami, yang masih bersekolah mendapat kemudahan dalam bekerja dan mencari uang saku,” kenangnya.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Investigasi 200 Kasus Kebakaran (2)
Adrianus mengaku tak pernah bermimpi kalau sekarang menjadi investigator api. Mulanya ia bercita-cita menjadi seorang dokter. Selepas SMA di SMA1 Padang, ia dan beberapa teman berangkat ke Jakarta naik bus dengan waktu tempuh sekitar dua hari tiga malam.
Di Jakarta mereka berpencar. Ada yang ke Yogyakarta, Bandung dan ia sendiri di Jakarta karena ada keluarga yang menampung. Waktu itu ia ikut ujian masuk perguruan tinggi negeri yang waktu itu masih bernama Perintis I.
Otaknya terbilang encer. Adrianus lulus dan diterima di Kedokteran, sesuai cita-citanya. Namun ketika daftar ulang, ia diragukan sebagai warga Negara Indonesia, sebab nama di ijazahnya adalah nama asing (nama Belanda) karena menggunakan nama kakeknya sebagai nama orangtua. Kakeknya berkebangsaan Belanda.
Saat itu warga negara asing ada pembatasan untuk bisa masuk universitas negeri. Panitia memberikan waktu 2 x 24 jam untuk mengklarifikasi hal ini.
Saat itu ia merasa dan memastikan sudah tidak bisa kuliah di kedokteran. Sebab tidak bisa mengurus surat-surat identitas yang semua masih di Padang, sementara perjalanan Jakarta – Padang dua hari tiga malam sedangkan yang waktu yang diberikan hanya 2 x 24 Jam. Kendati demikian, ia tetap kembali ke Padang untuk mengurus surat-surat tersebut.
Batas waktu yang ditentukan, terlewati. Adrianus kembali ke Jakarta dan menunggu testing tahun berikutnya. Selama di Jakarta, ia menjadi pengangguran.
Baca juga: ADRIANUS PANGARIBUAN: Setiap Kebakaran ‘Kok’ Karena Listrik (3)
Tapi Adrianus tak terbiasa dengan kondisi menganggur. Ia lantas melamar kerja ke sebuah warung Padang di daerah perkantoran Departemen Dalam Negeri (DDN) yang waktu itu berada di jalan veteran Jakarta Pusat.
Di sini, tugasnya adalah memotong ayam dan membersihkannya supaya siap untuk dimasak oleh juru masak. Dalam sehari, Adrianus memotong sekitar 30-50 ekor ayam. Sore hari setelah rumah makan tutup (rumah makan hanya beroperasi sampai jam 15:00 karena hanya melayani karyawan DDN), ia menemani teman yang juru parkir di tempat bimbingan test (sekarng bimbingan belajar) Siky Mulyono di daerah Petojo.
Bimbingan Test Siky Mulyono merupakan bimbingan test termahal saat itu. Tetapi keberuntungan berpihak padanya. Ia diterima di Siky Mulyono tanpa bayar alias gratis.
Setelah menunggu setahun, Adrianus bukan memilih kedokteran sebagaimana cita-citanya, melainkan ikut test di Politeknik UI (sekarang Politenik Negeri Jakarta). Ia diterima di jurusan Teknik Elektro dan merampungkan pendidikannya di sini.
Berbekal pendidikan dari Politeknik UI, ia kemudian mencari uang lalu melanjutnya studi ke jenjang S1. Program studi yang dipilihnya, meneruskan apa yang sudah diperoleh yaitu Teknik Elektro dan lulus.
Dari sini, beberapa tahun kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang leih tinggi yaitu S2 dan S3, dengan program studi Teknik Mesin.
Baca juga: ADRIANUS PAGARIBUAN : Dicibir dan Dimaki (4)
Beberapa tahun kemudian, Adrianus mulai menyadari bahwa ia harus menjalani apa yang telah diberikan Tuhan. Kegagalannya masuk kedokteran hanya karena masalah administratif, adalah jalan yang diberikan Tuhan dan jangan melawanNYA.
Kegagalan menjadi dokter memang sempat membuatnya kecewa sebab menjadi dokter sudah dicita-citakannya sedari kecil. Kegagalan yang dibalut kekecewaan ini menjadi pelajaran berharga bagi dirinya.
“Pelajaran yang paling berharga yang saya bisa ambil adalah jangan melawan jalan Tuhan, karena semua sudah digariskan-NYA, sekecewa apapun kita. DIA lebih mengetahui apa yang terbaik buat kita dan akan jadi apa kita nantinya, kalaupun jalan yang ditempuh harus berliku tapi itu adalah bagian dari jalan yang DIA persiapkan untuk kita supaya kita lebih matang dan lebih siap,” katanya.
“Seandainya waktu itu Tuhan mengabulkan doa saya untuk kuliah kedokteran belum tentu saya bisa selesai kuliah dan jadi dokter, karena waktu kuliah yang lama dan biaya relatif tak terjangkau oleh keluarga saya saat itu,” kata pria pemegang CFEI (Certfied Fire & Explosion Investigator) dengan nomor regristasi: 14553-9874 (NAFI) dari CPFE (Certified Professional Forensic Engineer) dengan nomor regristasi: 1007.I (NAFE) ini.
Keluarga Adrianus adalah keluarga yang gemar belajar dan membaca. Kediamannya di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, dijejali aneka buku. Buku ada di mana-mana; di perpustakaan, kamar tidur, ruang tengah, ruang keluarga, bahkan hingga di anak-anak tangga.
Baca juga: Kebakaran Depo Plumpang, Ini Kata Pakar Forensik Api
Itu pun belum cukup. Adrianus bahkan saat ini mengoleksi hampir 700 e-book, yang seluruhnya bertemakan engineering dan science.
Tak hanya membaca, Adrianus pun suka menulis walaupun tidak terlalu ditekuninya. Toh, ada beberapa jurnal tentang fire and explosion investigation yang pernah diterbitkan baik penerbit luar negeri dan dalam negeri dan beberapa tulisan ringan lainnya di media sosial.
Ditanya soal musik, Adrianus mengaku tak fanatik akan satu genre musik. Semua aliran musik disukainya. “Asalkan enak didengar pasti saya suka, mulai musik klasik sampai dangdut,” pungkasnya. (Habis/Hasanuddin)
BIODATA SINGKAT
Nama : Dr Ir Adrianus Pangaribuan, MT, PFE, CFEI
Tempat lahir : Lahir dan besar di Padang, Sumatera Barat
Status : Menikah
Anak : 3
Makanan favorit : Ikan tongkol balado
Hobi : Membaca, travelling
Pendidikan Formal
- SMA 1 Padang, Sumatera Barat
- Teknik Elektro Politeknik UI
- S1 Teknik Elektro Fakultas Teknik UI
- S2 Teknik Mesin Fakultas Teknik UI (konsentrasi fire & safety engineering)
- S3 Teknik Mesin Fakultas Teknik UI (konsentrasi fire & safety engineering)
Pendidikan Non Formal
- Pendidikan Investigator Api di Amerika Serikat. Lulus dengan sertifikat CFEI (Certified Fire and Explosion Investigator) dengan nomor registrasi 14553-9874
- Pendidikan Investigator Api di Amerika Serikat. Lulus dengan sertifikat PFE (Professional Forensic Engineer) dengan nomor registrasi 1007-I.