JAKARTA, hsemagz.com – Kendaraan listrik (electrical vehicle/EV) adalah keniscayaan. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, kendaraan listrik akan menjadi kendaraan masyarakat di seluruh dunia.
Saat ini EV tengah menjadi tren masyarakat di banyak negara di dunia, termasuk di Indonesia. Kendaraan listrik seperti mobil (baik angkutan umum maupun pribadi), sepeda motor, dan sepeda, sudah wara-wiri di jalanan di Tanah Air. Tak hanya di perkotaan, tetapi juga hingga pelosok semisal di Timika, Papua.
Ramah lingkungan menjadi aspek utama dalam peralihan moda transportasi energi berbahan bakar fosil (BBM) ke energi listrik. Disamping, tentu saja, ketersediaan cadangan minyak dunia yang kian menipis dari waktu ke waktu.
“Kendaraan listrik adalah masa depan. Kita setuju atau tidak setuju, dia datang dengan kecepatan yang luar biasa,” kata Randall Hart, President M Fire Technology, pabrik pemadam api yang berbasis di Hamilton, California, Amerika Serikat saat menjadi pemateri dalam webinar bertajuk ‘Keselamatan Kebakaran di Area Charging Mobil Battery’ yang diselenggarakan secara daring oleh Masyarakat Profesi Keselamatan Kebakaran Indonesia (MPK2I), Sabtu (5/8/2023).
Pemegang 21 paten bahan pemadam api kelahiran Surabaya 67 tahun silam ini mengatakan bahwa kendaraan listrik akan menjadi kendaraan global.
Ia memrediksi, tahun 2035, sekitar 80 – 90 persen produsen kendaraan akan beralih ke kendaraan listrik. Kendaraan berbahan bakar minyak, harganya akan sangat mahal sehingga masyarakat dunia akan beralih ke kendaraan listrik.
Menurut Randall, para produsen kendaraan menggunakan baterai lithium ion sebagai sumber energi dalam kendaraan listrik yang diproduksinya.
Sebenarnya, kata Randall, ada beberapa jenis baterai yang bisa digunakan sebagai sumber energi EV. Tetapi baterai lithium ion yang saat ini dipilih para produsen kendaraan lantaran density energy-nya tinggi dengan masa charging yang lebih singkat.
Tetapi, amankah kendaraan listrik? Bagaimana kalau terjadi gangguan mekanik yang kemudian menimbulkan terjadinya kebakaran?
“Kendaraan listrik sebenarnya aman digunakan. Baterai lithium ion tidak mudah terbakar. Tetapi ketika terjadi kebakaran, ia akan sangat sulit dipadamkan,” kata Randall sekaligus menepis anggapan bahwa baterai lithium mudah terbakar.
Persoalannya, kenapa baterai lithium ion bisa terbakar? Randall menjelaskan, ada tiga penyebab kebakaran baterai lithium ion pada EV.
- Kerusakan Mekanik
Kerusakan fisik pada baterai karena kecelakaan atau tabrakan. Energi tabrakan begitu panas sehingga akan menyebabkan suhu sel-sel di dalam baterai akan menjadi sangat panas dalam seketika dan akan menimbulkan ledakan.
- Masa Charging
Baterai baru tidak akan mudah terbakar. Tetapi kekuatannya akan melemah apabila proses charging baterai tidak sesuai aturan. Randall menyarankan, charging baterai lithium paling baik adalah ketika baterai berada di posisi 20 persen lalu dicharge hingga mencapai 80 persen.
- Banjir/cuaca hujan
Baterai lithium ion di dalam kendaraan (mobil) berada di bawa bangku. Jika terendam air/banjir, baterai akan menjadi berkarat dan kemudian timbul korslet.
Randall menjelaskan, baterai lithium ion menggunakan elektrolit yang terdiri atas asam lithium dan bahan pelarut organik. Ancaman api utama pada baterai lithium ion berasal dari bahan pelarut organik.
Baterai lithium ion tidak boleh dijemur. Pada suhu 60 derajat Celcius, Elektrolit akan melepaskan gas-gas dan berpotensi terbakar dan meledak.
“Kerusakan pada baterai akan menimbulkan reaksi exothermic, menyebabkan thermal runaway di dalam sel baterai yang kemudian akan melepaskan gas-gas HO, CO, CO2, HF, metane, dan propane yang sangat beracun dan mudah terbakar. Gas-gas ini akan menyebabkan pembengkakan sel baterai dan pecah sehingga menimbulkan api dan ledakan. Di dalam satu baterai terdapat ribuan sel,” kata Randall.
Kehadiran ribuan sel inilah yang menyebabkan api sulit dipadamkan. Ribuan sel itu pula yang memicu semburan api pada kebakaran EV terjadi ke segala arah (atas, samping kanan, samping kiri, dan bawah).
Dalam acara yang dipandu Daffa Hafizh Dhaifullah itu, Randall mengingatkan bahwa kebakaran yang terjadi pada EV merupakan api kimia, dan bukan api alamiah. Dibutuhkan ekstra hati-hati bagi petugas pemadam karena kebakaran EV akan menyemburkan gas-gas beracun, api menyembur ke segala arah, dan terjadi ledakan-ledakan yang akan menimbulkan suhu sangat panas di sekitar titik api, sekitar 2.000 derajat Celcius.
Randall yang bersekolah SMA di Pangudi Luhur Jakarta ini mengisahkan, kebakaran yang terjadi pada EV bisa memicu keruntuhan suatu bangunan apabila EV yang terbakar tersebut terparkir di dalam gedung.
Ia mencontohkan, bagaimana kebakaran satu EV bisa memicu kebakaran seluruh unit mobil di area parkir. (Hasanuddin)