HSEMagz

Bukan Sekedar Berita

Nasional

57 Petugas Meninggal, Lebih 8.000 Sakit dalam Pemilu 2024

Indramayu, hsemagz.com – Dua petugas satuan Perlindungan Masyarakat (Linmas) Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang bertugas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, meninggal dunia.

Keduanya teridentifikasi bernama Tarizal (39) yang bertugas di TPS 18 Desa/Kecamatan Lohbener dan Muhammad Yusuf (61) yang bertugas di TPS 06 Desa Sumuradem Timur, Kecamatan Sukra.

Koordinator Divisi SDM, Sosialisasi, dan Parmas KPU Kabupaten Indramayu, Munawaroh mengatakan, untuk korban meninggal dunia, KPU memberikan santunan berupa uang duka.

“Untuk yang meninggal dunia, kami ada untuk santunan,” kata Munawaroh sebagaimana dilansir dari Tribuncirebon.com, Jumat (16/2/2024).

Dikatakan, petugas TPS di Kabupaten Indramayu tidak tercover jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan. Ia berdalih, pembiayaan kepesertaan jaminan sosial tersebut tidak bisa dilakukan oleh KPU.

“Melainkan harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah yang bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan,” katanya.

Tarizal meninggal dunia pada Jumat (16/2/2024) sekira pukul 03.30 WIB atau dua hari setelah pemungutan suara dan setelah menjalani penanganan medis di rumah sakit. Diduga kuat, kata Munawaroh, Tarizal meninggal dunia karena kelelahan (fatigue).

Sementara Muhammad Yusuf diketahui meninggal dunia di malam sebelum hari pemungutan suara dimulai. Berdasarkan informasi, petugas yang bersangkutan memang sudah lama sakit-sakitan.

57 Petugas Pemilu 2024 Meninggal

Kematian Tarizal dan Muhammad Yusuf di Indramayu, merupakan dua dari 57 petugas yang meninggal dunia dalam gelaran Pemilu 2024.

Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, selama periode 10 – 17 Februari 2024, Kemenkes mencatat setidaknya ada 57 petugas Pemilu yang meninggal dunia.

Para korban didominasi oleh petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang terdata sebanyak 29 orang. Lalu disusul petugas Linmas (10), petugas lainnya (6), panitia pemungutan suara/PPS (2), Bawaslu (1), dan tujuh lainnya masih didata.

“Angka itu berdasarkan data yang dihimpun Kemenkes dalam periode 10 Februari hingga 17 Februari 2024 pukul 18.00 WIB,” kata dr Nadia dalam keterangan persnya yang diterima redaksi hsemagz.com, Minggu (18/2/2024).

Ia merinci, sebanyak 18 petugas berusia 41-50 tahun, 15 petugas berusia 51-60 th, 8 petugas berusia 31-40 th, 7 petugas berusia 21-30 th, 5 petugas berusia di atas 60 th, dan 4 petugas lainnya memiliki rentang usia antara 17 hingga 20 tahun.

Dalam keterangannya itu tak dijelaskan penyebab kematian 57 petugas Pemilu tersebut. Hanya saja diinformasikan bahwa mereka meninggal setelah menjalani perawatan di rumah sakit dan terdata sebagai pasien.

Selain meninggal dunia, Kemenkes juga mendata 8.381 petugas Pemilu 2024 mengalami gangguan kesehatan atau sakit sehingga dilarikan ke rumah sakit guna menjalani penanganan medis.

Rinciannya: 4.281 petugas KPPS, 1.040 petugas PPS, 1.035 petugas lainnya, 771 saksi, 694 petugas Linmas, 381 petugas Bawaslu, dan 244 petugas PPK.

Tiga Penyebab

Sebagai perbandingan, pada gelaran Pemilu 2019 lalu, sebanyak 485 petugas KPPS meninggal dunia.

Pada November 2023, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkap tiga faktor penyebab kematian masal yang terjadi pada gelaran Pemilu 2019.

Komisioner Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi mengatatakan, tiga faktor tersebut telah dikumpulkan melalui diskusi terbatas dengan melibatkan KPU, Bawaslu, Kementerian Kesehaan dan lembaga terkait 12-13 Oktober 2023. “Pertama, faktor komorbid atau penyakit penyerta,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/11/2023) silam.

Pramono menjelaskan, 485 petugas KPPS yang meninggal dunia mayoritas berjenis kelami laki-laki dengan usia 46-67 tahun. Dia menyebut, faktor komorbid atau penyakit penyerta di usia tersebut meningkatkan risiko kematian.

“Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan stroke menjadi komorbid paling tinggi yang menyebabkan penyelenggara Pemilu sakit dan bahkan meninggal dunia ketika menjalankan tugas,” ucapnya.

Persoalan psikologis seperti reaksi stres dan kecemasan juga meningkatkan kematian massal penyelenggaraan Pemilu.

Faktor kedua adalah manajemen risiko yang dinilai lemah, khususnya terkait analisis beban kerja dan mekanisme pemeriksaan kesehatan para petugas KPPS. “Misalnya Pemilu dengan lima surat suara serta harus selesai proses penghitungan suara paling lama 12 jam setelah hari pemungutan suara namun tanpa jeda, menjadi bagian tidak terpisahkan dari penyebab sakit dan kematian massal penyelenggara Pemilu pada tahun 2019,” tuturnya.

Selain itu, Kementerian Kesehatan tak dilibatkan secara aktif dalam penyelenggaraan Bimtek kepada petugas KPPS. Pelatihan Bantuan Hidup Dasar juga tak jadi materi dalam Bimtek para petugas Ad Hoc ini.

Lalu, durasi kerja yang tiba-tiba bertambah karena masalah teknis seperti daftar pemilih kurang faktual, persoalan logistik dan sebagainya.

Faktor ketiga adalah beban kerja yang tidak manusiawi. “Beban kerja petugas KPPS yang sangat tinggi dan disertai dengan durasi kerja yang sangat panjang, dapat mencapai 48 jam tanpa henti sejak persiapan pendirian TPS,” kata Pramono.

Selain itu, tak ada honorarium yang memadai disertai lepasnya tanggung jawab perlindungan pemenuhan hak kesehatan dan kesejahteraan dari penyelenggara Pemilu.

Kala itu Komnas HAM mendesak pemerintah melakukan perbaikan agar peristiwa serupa tak terjadi pada pemilu 2024 ini. (Hasanuddin)

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *