MEDAN, HSEmagz.com – Kinerja manajemen pengelola Bandara Internasional Kualanamu (PT Angkasa Pura Aviasi) Medan, Sumatera Utara, ‘ditelanjangi’ Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) dalam kasus kematian Aisiah Shinta Dewi Hasibuan (38).
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, ada 3 malaadministrasi (kesalahan administrasi) dalam kasus meninggalnya pengguna layanan publik saat menggunakan elavator (lift) Bandara Kualanamu.
Pertama, malaadministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum oleh PT Angkasa Pura (AP) Aviasi selaku pengelola karena tidak memberikan jaminan dan keselamatan kepada publik atau pengguna lift.
Baca juga: Lift ‘Maut’ Bandara Kualanamu Belum Pernah Uji Riksa K3
Di antaranya tidak memiliki operator dan teknisi K3 pada fasilitas bandara, khususnya lift. Kemudian, tidak melakukan uji kelaikan K3 berkala pada lift sejak peralihan kewenangan Bandara Kualanamu dari PT Angkasa Pura (AP) II ke AP Aviasi.
“Lalu, tidak menyediakan standar pelayanan fasilitas bandara dengan adanya petunjuk pengguna elavator dan petunjuk informasi jika elavator dalam keadaan darurat,” kata Abyadi di kantornya, Jalan Sei Besitang, Kota Medan, Jumat (12/5/2023) sebagaimana dilansir dari laman liputan6.com.
Ombudsman menilai pintu lift di lantai 3 bisa terbuka. Padahal, informasi yang didapat Ombudsman, pintu itu bukan merupakan akses keluar, sebagaimana dialami korban Aisiah.
Terdapat ruang kosong (celah) antara lift dan lantai pemberhentian yang lebar yaitu 50 cm. Selain itu, fungsi tombol darurat dan tombol calling operator pada lift juga tidak berfungsi dengan baik.
Disebutkan Abyadi, pihaknya juga melihat tidak adanya petugas bandara yang khusus mengawasi elavator, khususnya pusat CCTV yang berbeda gedung dan bandara.
“Ditambah tidak adanya tersedia sarana informasi publik penyelenggaran bandara seperti website, pengaduan, dan kurangnya kompetensi petugas layanan,” katanya.
Baca juga: AP Aviasi Nonaktifkan 2 Manajer Senior Bandara Kualanamu
Kedua, malaadministrasi berupa penyimpangan prosedur. Ombudsman menilai Direktur atau pimpinan PT AP Aviasi tidak menerbitkan standar operasional pengelolaan pengaduan di bandara.
Pasalnya, Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah II tidak melaksanakan uji kelaikan setiap tahunnya pada elevator Bandara Kualanamu sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 6 Tahun 2017 sebelum peralihan kewenangan dari Otoritas Bandar Udara wilayah II kepada PT AP Aviasi selaku penyelenggara atau operator.
Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah II dinilai telah melakukan penyimpangan prosedur dalam melakukan pengawasan fasilitas bandara. Seharusnya Kepala Otoritas Bandar Udara Wilayah II mendorong pihak penyelenggara bandara melakukan uji kelayakan setiap tahunnya sesuai peraturan menteri.
Ketiga, malaadministrasi berupa tidak kompetennya pimpinan atau Direktur PT AP Aviasi dalam menata pegawai untuk menjamin keselamatan dan keamanan fasilitas bandara.
Indikasinya, kata Abyadi, ada kekosongan jabatan Senior Manager Operasional dan Service selama lima bulan dan Senior Manager of Technic & Engineering selama satu bulan. (Hasanuddin)