JAKARTA, HSEmagz.com – Kebakaran hebat yang terjadi di area TBBM (Depo) Pertamina Plumpang, Jakarta Utara, yang mengakibatkan setidaknya 21 orang meninggal dunia, 50 luka, dan 622 orang mengungsi, membetot perhatian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Orang nomor satu di negara ini menyambangi lokasi kebakaran di Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara, Minggu (5/3/2023).
Di sana Jokowi mengunjungi posko korban kebakaran di RPTRA Rasela Rawabadak Selatan, Koja, Jakarta Utara, yang menampung 622 pengungsi.
Pada kesempatan itu, kepada para awak media, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemukiman penduduk yang kini berdekatan dengan depo Pertamina Plumpang, Jakarta Utara merupakan zona berbahaya. Area tersebut, tidak aman untuk dijadikan tempat tinggal.
“Saya sudah perintahkan kepada Menteri BUMN dan juga Gubernur DKI untuk segera mencari solusi dari peristiwa yang terjadi di Plumpang. Terutama karena ini memang zona yang bahaya, tidak bisa lagi ditinggali, tetapi harus ada solusinya,” kata Jokowi.
Jokowi juga menyampaikan dua solusi masalah tersebut yakni depo Pertamina digeser ke daerah Reklamasi atau penduduk di sekitar depo yang direlokasi.
Baca juga: Pemukiman Warga di Area TBBM Plumpang Perlu Ditertibkan
“Karena ini zona yang bahaya, tidak bisa lagi ditinggali, tetapi harus ada solusinya. Bisa saja Plumpang-nya digeser ke reklamasi atau penduduknya yang digeser ke relokasi. Nanti akan diputuskan oleh Pertamina dan Gubernur DKI,” katanya.
Menurutnya, langkah ini juga menjadi solusi agar depo tidak lagi berdekatan dengan kehidupan warga. Dengan begitu, tiap ada risiko kecelakaan dari depo yang dapat melibatkan warga sekitar, dapat dihindari.
“Memang zona ini harusnya zona air, entah dibuat sungai entah dibuat harus melindungi dari objek vital yang kita miliki. Karena barang-barang di dalamnya (depo) sangat bahaya untuk berdekatan dengan masyarakat, apalagi dengan pemukiman penduduk,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati yang saat itu turut hadir mengatakan bahwa Pertamina akan segera menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi. Pihak Pertamina bakal segera melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait.
“Kami akan segera evaluasi dan koordinasi dengan Kementerian BUMN dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mencari solusi terbaik,” ungkap Nicke usai kunjungan Presiden.
Baca juga: Korban Tewas Kebakaran Plumpang Terus Bertambah
Dihubungi terpisah, pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan pemindahan depo ke pelabuhan di daerah Tanjung Priok merupakan langkah yang tepat. Itu menjadi pilihan yang lebih sederhana dibanding memindahkan pemukiman penduduk yang jumlahnya sangat banyak.
Selain lebih sederhana, Fahmy mengatakan alasan lain pemindahan depo sendiri adalah kebakaran yang jelas dipicu dari depo dan sistem keamanan Pertamina yang buruk.
“Agar tak terjadi lagi ke depan, apakah depo atau rakyat yang dipindah? Menurut saya adalah depo seperti sebagaimana sebelumnya disampaikan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan ditegaskan kembali oleh Presiden Joko Widodo,” katanya.
Menurutnya, saat depo kelak dipindahkan ke daerah pelabuhan milik Pelindo akan banyak manfaatnya. Misalnya, di sana ketersediaan air cukup melimpah dan mudah diakses, sehingga jika terjadi kebakaran lagi proses pendinginan bisa lebih cepat dan mudah.
Selain itu, penyaluran BBM pun bisa lebih efektif. Menurutnya, pengangkutan BBM kilang bisa dilakukan langsung dengan kapal tanker.
Ia tak menampik pemindahan depo ke pelabuhan akan memakan biaya yang besar. Namun, setidaknya itu bisa lebih dipermudah karena keduanya adalah perusahaan pelat merah. Menteri BUMN Erick Thohir bisa memerintahkan secara langsung skema pemindahan tersebut.
“Masalah nanti perhitungan investasi dan sebagainya itu kan sasama BUMN, Menteri Erick Thohir tinggal memerintahkan sediakan tanah untuk depo. Itu sangat mudah dari pada gubernur harus merelokasi sejumlah warga dalam jumlah besar,” katanya.
Baca juga: Komisi VII DPR Desak Pertamina Audit Menyeluruh Kilang dan Depo
Perlu Kajian
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai wacana pemindahan depo ke pelabuhan tidak boleh dilakukan secara reaktif, tetapi harus melalui kajian yang lengkap, teknis, ekonomis, sosial dan lingkungan.
Ia menjelaskan TBBM (Depo) Plumpang mendapatkan pasokan BBM lewat pipa dari kilang Balongan dan pipa dari terminal Tanjung Priok. Maka, relokasi pipa juga perlu dipertimbangkan. Membangun depo baru perlu waktu, mulai dari desain, tender, konstruksi, serta pengurusan ijin dan sebagainya.
“Jadi kalaupun ada keputusan pindah, barangkali baru bisa terbangun 4-5 tahun lagi,” ucap Fabby sebagaimana dilansir dari laman cnn.com, Minggu (5/3/2023).
Padahal sepanjang waktu itu, kata dia, depo Plumpang harus tetap operasi dan persoalan tidak adanya buffer zone akan tetap ada. Maka, yang segera harus dilakukan adalah menciptakan buffer zone antara depo sesuai dengan minimum safety distance yang menjadi standar fasilitas penyimpanan BBM.
“Kebakaran kemarin mengindikasikan safety dan security objek vital ini sangat rentan dan berpotensi memperburuk energy security kita. Saran saya ke pemerintah dan Pertamina, benahi persoalan-persoalan ini sebelum bikin wacana memindahkan depo,” pungkasnya. (Hasanuddin)