JAKARTA, HSEMagz.com – Kebakaran demi kebakaran yang terjadi di kilang Pertamina, akhirnya diungkap Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.
Orang nomor satu di perusahaan plat merah yang bergerak di bidang migas ini mengungkapkan bahwa pihak Pertamina menemukan satu penyebab baru seringnya kebakaran yang terjadi di kilang, termasuk kejadian terakhir di Dumai, Riau, pada Sabtu (1/4/2023) silam.
Satu penyebab baru itu adalah korosi atau karatan di permukaan tangki yang dipicu endapan air.
Menurut Nicke, endapan bisa terjadi lantaran air yang terdapat dalam tangki tidak berubah menjadi uap.
Air itu turun ke bawah permukaan tangki dan menyebabkan karat yang pada akhirnya membuat kebocoran hingga memicu terjadinya ledakan.
“Yang kelima ini yang kita temukan, baru ini. Ini adalah corrosion under insulation (CUI). Kita berpikir kalau sudah dipasang insulation, dikasih bantalan, aman. Ternyata tidak,” kata Nicke sebagaimana dikutip dari laman, Rabu (12/4/2023).
Dikatakan Nicke, agar kebakaran itu tidak terjadi di masa mendatang, Pertamina melakukan perubahan material kilang. Perusahaan persero ini juga membangun sistem baru.
“Jadi very technical (penyebab kebakaran di kilang, red) tapi kurang lebih lima hal inilah yang kita lakukan improvement berdasarkan risiko-risiko yang terjadi hari ini. Namun, untuk mengubah ini bukan hanya mengganti equipment atau materialnya saja tapi kita bangun juga sistemnya, kami improve juga kompetensi orang-orangnya,” kata Nicke.
Sebelumnya, Nicke pernah mengatakan kebakaran kilang selama ini dipicu empat penyebab. Yaitu sambaran petir, meluber, kebocoran hidrogen, dan sulfidasi atau endapan sulfur. Hal ini dapat diatasi dengan merevitalisasi kilang-kilang minyak untuk bisa memproses sulfur tinggi.
Ia menyampaikan Pertamina akan terus melakukan perbaikan agar dan mengelola aset yang sudah ada dengan baik.
“Dari hari ke hari dengan semua improvement yang kita lakukan ini, semuanya bisa berjalan lebih baik,” ujar Nicke.
Lantas, bagaimana dengan pemicu kebakaran yang disertai ledakan di area Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM)/Depo Pertamina Plumpang yang menelan korban jiwa 29 orang?
Nicke tak menjabarkan secara rinci. Ia hanya menjelaskan bahwa pihaknya menemukan hal baru sebagai pemicu terjadinya kebakaran di kilang yaitu korosi. Disamping sambaran petir, meluber, kebocoran hidrogen, dan sulfidasi atau endapan sulfur.
Sebelumnya, sebagaimana diwartakan HSEmagz.com, pakar process safety yang sejak 2012 bekerja di Qatargas Operating Company Ltd sebagai Lead Loss Prevention Engineer, Alvin Alfiyansyah mengatakan, TBBM (Depo) Plumpang sudah berusia tua yaitu 49 tahun sejak dioperasikan pertama kali pada 1974.
Baca juga: Kebakaran Depo Plumpang, Begini Analisa Pakar Process Safety
“Jadi kalau kita bicara preventive barriers identification dan mengingat usia Depo Plumpang yang sudah tua, hal yang perlu mendapat perhatian adalah aspek threat (ancaman) atau causes yang pertama adalah general corotion loss, apakah ada atau tidak, untuk pipeline-nya,” katanya saat menjadi narasumber dalam webminar bertajuk ‘Menelusuri Root Cause Kebakaran Plumpang dari Perspektif Process Safety’ yang diselenggarakan Masyarakat Profesi Keselamatan Kebakaran Indonesia (MPK2I) secara daring, Sabtu (11/3/2023) silam.
Menurut Alvin, fasilitas di industri Migas, termasuk pipeline, biasanya didisain untuk masa waktu 25 – 30 tahun. Dicontohkan, pengoperasian valve (katup) yang tadinya otomatis, setelah melewati masa itu kemudian harus dioperasikan secara manual.
Untuk pipa, meski diameternya 32 inci, namun ketika melewati masa-nya, ia akan memasuki masa Retired Thickness (RT). Lapisan-lapisan pada pipa tersebut akan mengalami penipisan (korosi).
“Hal ini perlu mendapat perhatian yang luar biasa dari operator. Jangan sampai ketika sedang menerima BBM ada valve yang tertutup. Sebab akan berdampak pada terjadinya over pressure (tekanan berlebih). Tekanan berlebih akan memicu terjadinya kebocoran pada pipa (pipeline leak),” sambung Alvin.
Korosi, sebagaimana disampaikan Alvin lalu ditegaskan Nicke, patut menjadi perhatian bersama mengingat instalasi yang terpasang di kilang-kilang dan TBBM milik Pertamina, tergolong sudah tua. (Hasanuddin)